click tracking
Kebidanan: AKSELERASI PELAYANAN KESEHATAN

Selasa, 08 Februari 2011

AKSELERASI PELAYANAN KESEHATAN


PERAN PENELITIAN KESEHATAN


Hasil Penelitian dan Pengembangan 2005-2006 Sebagai Masukan Untuk Akselerasi Pelayanan Kesehatan
Hasil LitBang ~ program prioritas DepKes:
A. Program AsKesKin
B. Percepatan penurunan AKI dan AKB
C. Penanggulangan Penyakit

A. Program AsKesKin
Studi ”PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN (ASKESKIN) DALAM RANGKA IMPLEMENTASI JAMINAN KES - SJSN” 2005-2006
 Dilakukan oleh 4 Universitas (UI, UGM, UNAIR, UNHAS) dan PusLitBang Sistem & Kebijakan di SumBar, Banten, JaBar, JaTeng, JaTim,, Bali, NTB, NTT, SulSel, SulUt, Maluku, KalTim, KalSel
 Temuan: telah terjadi perbaikan kuantitas dan kualitas pelayanan AsKesKin secara menyeluruh dan bermakna
Untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program AsKesKin, telah direkomendasikan hal-hal berikut:
 Optimalisasi kualitas dan strategi kegiatan sosialisasi, perlu dilakukan secara lebih sistimatis dan berkesinambungan dengan penyediaan biaya yang memadai; serta melibatkan seluruh ’stakeholder’ terkait
 Sosialisasi mengenai tata cara penyelenggaraan program (prosedur, penggunaan pelayanan dan penyelesaian administrasi/keuangan) perlu diintensifkan kepada Petugas Kesehatan dan Auditor/Aparat pengawas fungsional
 Sosialisasi program AsKesKin kepada peserta dan stakeholder masih perlu ditingkatkan
 Perlu penataan ulang kriteria keluarga miskin dengan memasukkan kriteria spesifik daerah
 Kegiatan validasi peserta AsKesKin perlu dilakukan secara periodik setiap tahun, untuk mendapatkan data peserta yang akurat & dinamis.
 Akselerasi penyusunan dan pemberlakuan Standar Pelayanan Medis (berikut kompetensinya) yang berlaku secara nasional
 Peningkatan kontribusi Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota untuk Jaminan Kesehatan Keluarga Miskin agar tetap dilakukan
 Diperlukan penataan pola tarip pelayanan Puskesmas dan RSUD
 Advokasi kepada PEMDA untuk peningkatan penyediaan fasilitas pelayanan AsKesKin
 Perlu dikembangkan monitoring dan evaluasi program AsKesKin secara berkala melalui:
 Studi-studi khusus tentang kepuasan pelanggan, kendali mutu, kendali biaya, dan paket manfaat yang dijamin

B. Percepatan Penurunan AKI & AKB
1. Studi kematian neonatal di Kab. Cirebon (2006)
 Proporsi lahir mati: 48% kematian perinatal
 Proporsi kematian neonatal dini (0-7 hari): 80% (<1 hari:39% & 1 hari: 9%)
 Pola penyakit penyebab kematian Neonatal Dini:
– Gangguan pernapasan (50%): Asfiksia bayi baru lahir (P21) 38%; Respiratory Distress Syndrome neonatus (P22) 4%; Sindroma aspirasi neonatal (P24) 8%
– Hipotermia: 21%
– Infeksi perinatal: 11%
– Kelainan kongenital: 7%
Pola penyakit penyebab kematian Neonatal Lanjut (7-30hari):
1. Perdarahan intra-kranial & ikterus neonatal: 27%
2. Infeksi perinatal: 19%
3. BBLR: 19%
4. Prematuritas: 19%
5. Gangguan sistem digestif (obstruksi usus): 12%
Kontribusi faktor ibu terhadap kematian neonatal dini
1. 90% kasus (101 dari 112 kasus) mempunyai faktor ibu
2. Jenis:
a. Gangguan gizi ibu: 17%
b. KPD: 16,1%
c. Partus macet: 9.8%
d. Kelahiran lintang: 8 %
e. Gemelli: 7,1 %
f. Perdarahan ante-partum: 6,3 %
g. Hipertensi Ibu: 5,4 %
Kematian Maternal (12 kasus)
1. Pre-eklamsia berat/eklamsia: 50%
2. Perdarahan post partum: 42%
3. Emboli paru: 8 %
INTERVENSI yang dilakukan DinKes Kab. Cirebon:
1. Pelatihan manajemen asfiksia neonatal untuk bidan desa, dengan menggunakan alat resusitasi tepat guna (dikembangkan oleh Prof. Dr. Anna Alisyahbana)
2. Mobilisasi masyarakat
3. Supervisi bidan desa oleh Puskesmas
Dampak setelah 12 bulan intervensi:
1. Kematian neonatal menurun dari: 15/1000 KH menjadi 9/1000 KH
2. Kematian perinatal menurun dari 21/1000 KH menjadi 15/1000
3. Kematian neonatal karena asfiksia menurun dari 5,1/1000 KH menjadi 2,7/1000 KH
4. Kematian neonatal karena infeksi menurun dari 2,8/1000 KH menjadi 1/1000 KH
Rekomendasi
1. Peningkatan kesiapan RS dalam menangani kasus rujukan kedaruratan BuMil & neonatal risiko tinggi
2. Mempercepat penggunaan alat resusitasi bayi tepat guna (telah teruji) oleh bidan desa
3. Mengidentifikasi & menurunkan faktor risiko dari Ibu hamil

2. Kajian Upaya Kesehatan Reproduksi untuk Percepatan Penurunan AKI – AKB (2006)
Beberapa Program Inovatif untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB yang pernah dilaksanakan
1. Tahun 1994 sd sekarang:Gerakan Sayang Ibu /GSI (Depkes-Depdagri)
2. Tahun 1994 sd sekarang: Buku KIA (JICA)
3. Tahun 1996 sd sekarang: Kangoro Mother Care /KMC (PERINASIA)
4. Tahun 1998-2004: Safe Motherhood:Partnership Family Approach (World Bank)
5. Tahun 2000-2003: Awal Sehat untuk Hidup Sehat /ASUH (PATH-USAID)
6. Tahun 2002-Juni 2006:Women Health and Family Welfare (AusAid)
7. Tahun 2004 sd sekarang :Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja /PIK-KRR (BKKBN)
10 MASALAH PRIORITAS UNTUK PENINGKATAN KELANGSUNGAN PROGRAM
1. Kurangnya kerjasama lintas program
2. Belum ada komitmen alokasi dana pasca proyek
3. Terlambat penanganan rujukan di rs
4. Belum ada ”payung hukum” untuk pelaksaan poned
5. Asi eksklusif 6 bulan sulit dilakukan
6. Kurangnya kerjasama lintas sektor dan lsm
7. Fasilitator masyarakat belum optimal
8. Keluarga terlambat memutuskan untuk merujuk ibu hamil resiko tinggi
9. Peran suami dalam menjamin kesehatan reproduksi perempuan kurang
10. Evaluasi terhadap manfaat program dan kepuasan bagi masyarakat belum dilakukan
 SARAN
1. Intervensi yang terbukti bermanfaat perlu terus dilanjutkan dan dikembangkan ke daerah yang lebih luas
2. Intervensi program sebaiknya difokuskan pada pemberdayaan masyarakat
3. Perlu dikembangkan pedoman dan penyegaran penggunaan buku kia secara lebih berkualitas
4. Seyogyanya setiap program perlu diikuti dengan penelitian tentang manfaat, kepuasan provider dan masyararakat, agar berbagai kekurangn dapat segera di pebaiki

3. Upaya Peningkatan Fungsi PONED dan PONEK Dalam Rangka Akselerasi penurunan AKB dan AKI (2006)
LOKASI : Jawa Timur, Jawa Barat, Bali dan Sulawesi Utara.
HASIL PENELITIAN :
a. Di Sulawesi utara belum terdapat program PONED
b. Sumber-daya manusia menjadi kendala dalam pelaksanaan PONED dan PONEK: sering terjadi mutasi karena pindah ke Puskemas lain / Dinas Kesehatan, habis masa kerja (dr. PTT), bekerja sebagai tenaga administrasi dll.
c. Fasilitas ruang perawatan di Puskesmas masih kurang (kamar perawatan, ruang neonatal, UGD). Obat-obatan untuk PONED masih sangat terbatas baik dalam jumlah dan macamnya. Pelaksanaan PONED di Puskesmas masih bervariasi.
 Kendala dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas meliputi:
a. keterbatasan SDM, Fasilitas, sarana dan obat-obatan,
b. keterbatasan koordinasi antara Dinas kesehatan dan Rumah sakit terutama untuk kabupaten yang mempunyai dr. spesialis Kandungan
c. Adanya UU Praktek Kedokteran yang dianggap kontradiksi dengan SK Puskesmas PONED
d. Terbatasnya ketersediaan darah di RS.
 REKOMENDASI :
a. Diperlukan pelatihan berkesinambungan
b. Memaksimalkan Program Pelayanan Emergensi Neonatal
c. Meningkatkan koordinasi antara Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Rumah Sakit
d. Meningkatkan koordinasi upaya penyediaan darah dengan PMI setempat

4. Studi UPAYA PENINGKATAN RUJUKAN PERSALINAN OLEH TENAGA NON PROFESIONAL DALAM RANGKA PERCEPATAN PENURUNAN AKI DAN AKB (2006)
Lokasi:
a. Prop. Jawa Timur
1) Kab. Bangkalan : pusk Tongguh & Arosbaya
2) Kab. Tuban : pusk Jenu & Tambakboyo
b. Prop. Kalimantan Selatan
1) Kab. Tanah Laut : pusk Sungai Alang & Tb Ulang
2) Kab. Banjar : pusk Bati-bati & Banjar
c. Prop. Sulawesi Selatan
1) Kab. Barru : pusk Padongko & Pekkae
2) Kab. Gowa : pusk Bontomarranu & Bontonompo
KESIMPULAN STUDI
a. Kemampuan tenaga Non Profesional/dukun bersalin masih kurang, khususnya yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, risiko kehamilan dan persalinan serta rujukannya
b. Pembagian tugas bidan-dukun-keluarga dlm pertolongan persalinan sudah proporsional; tugas persiapan dilakukan dukun dan keluarga, pertolongan persalinan oleh bidan, perawatan tali pusat oleh bidan dan perawatan ibu dan bayi oleh dukun & bidan
c. Sebagian besar dukun masih menolong persalinan, dan dukun setuju pertolongan dilakukan oleh bidan asalkan dukun diberi kompensasi, dan akan merujuk ke bidan bila juga ada kompensasi (jasa dukun) atau dilibatkan dalam kegiatan non medis seperti persiapan & perawatan pasca persalinan
d. Sebanyak 58,1% desa menyiapkan transportasi untuk rujukan persalinan, dengan ambulans puskesmas, dan ambulans desa yang berbentuk tandu
e. Sebanyak 15,8% desa telah menyelenggarakan Bank Darah Desa, dan 6,6% desa mempunyai kelompok donor yang terkoordinir
f. Sebanyak 64,5% mempunyai catatan lokasi ibu hamil berisiko, yang dilakukan oleh bidan di desa , dan keberadaan ibu hamil dengan risiko diinformasikan ke warga desa
g. Komunikasi kader- bidan di desa dilakukan melalui kegiatan posyandu, dukun - bidan melalui kemitraan, dan bidan - keluarga melalui penyuluhan kesehatan / promkes
REKOMENDASI
a. Bidan sering mengajak dukun melakukan pertolongan persalinan, dan diberi imbalan maka akan terjadi sinergi sikap dari dukun untuk selalu merujuk bila ada persalinan
b. Memberikan pelatihan kepada dukun, kader dan keluarga dalam hal tanda-tanda persalinan dan merujuk persalinan ke bidan atau puskesmas
c. Mobilisasi dana masyarakat dialihkan peruntukannya, dari untuk biaya persalinan dialihkan ke biaya rujukan termasuk transport dan darah bila diperlukan
d. Sosialisasi Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas ketenagaan Non Profesional

C. Penanggulangan Penyakit
1. Studi Resistensi Kuman Terhadap OAT Pada Penderita TBC Paru di Puskesmas Rujukan Mikroskopis (2005)
 Lokasi: DKI Jakarta dan Bandung
 Dari 286 responden yang diteliti sebesar 60% BTA positif pada bulan kedua, dan 48,2% masih positif pada bulan ketiga. Kultur sputum pada bulan pertama menunjukkan sebesar 51,6 % tumbuh, 26,6% pada bulan kedua dan 13,8 % pada bulan ketiga. Persentase dari resisten tunggal terhadap INH 31,5%; rifampicyn 42%; PZA 37,6; streptomisin 15,7%; dan kanamicyn 94,7%. Satu-satunya obat tunggal yang masih sensitif adalah ethambutol (100%). Seluruh responden telah mengalami resistensi ganda. Responden yang mengalami resisten thd tiga OAT atau lebih sebesar 68,4%.
 Mengingat tingginya kasus MDR TB, perlu dilakukan pengawasan yang lebih intensif serta meminimalisasikan kasus ”drop-out” sehingga kasus resistensi kuman tidak bertambah dan menyulitkan program pemberantasan penyakit ini.
 Perlu dilakukan uji resistensi didaerah lain untuk memberi data MDR TB di Indonesia.
2. Studi Aspek Epidemiologi Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru (2005)
 Lokasi: provinsi DKI Jakarta
 Angka kesembuhan TB 2003 DKI Jakarta masih di bawah target nasional (<85%)
 Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat sekitar 4.021 kasus TB paru (BTA positif) pada tahun 2002. Para penderita ini sebenarnya pernah menerima pengobatan dari Puskesmas, rumah sakit, dan pusat pengobatan lain di Jakarta, akan tetapi baru sekitar 71% yang berhasil disembuhkan.
 Penelitian ini telah mendeteksi faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kesembuhan/ketidaksembuhan orang yang berobat TB paru di Poli Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta pada bulan Februari sampai dengan Desember tahun 2005.
 Faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kesembuhan/ketidak sembuhan orang yang sedang berobat TB paru tersebut adalah merokok (OR=7,78%), penghasilan (OR=7,56%), pengetahuan tentang TB paru (OR=5,51%), sikap terhadap proses pengobatan TB paru (OR=6,27%), perilaku (OR=6,83%), jarak ke fasilitas kesehatan (OR=6,86%), program OAT gratis dari Pemerintah (OR=4,159%), PMO (OR=4,52%), dan keadaan gizi (OR=9,59%)
 Rekomendasi:
– diperlukan peningkatan promosi kesehatan dan peningkatan akses pelayanan


BILA MEMBUTUHKAN INFORMASI LEBIH LANJUT DAPAT MENGHUBUNGI:
PusLitBang Sistem & Kebijakan Kesehatan – Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan DepKes:
– www.p3skk.litbang.depkes.go.id
– e-mail-1: infocenter_sisjakkes@yahoo.com
– e-mail-2: suwandimakmur@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar